Saturday, May 21, 2011

Maafkan aku bu…

Ibunda…*



Selimut kasih ini belum mampu menghangatkan dinginnya kerinduan untuk membahagiakanmu, ibunda.

Seribu satu teori kebajikan belum mampu membuat kami menyadari bahwa engkau ada…

Kami terlalu sibuk untuk menjadi anak-anak berbakti, meskipun yang engkau tuntut hanya agar kami tak celaka.

Kami terlalu gagah, terlalu berprestasi, dan terlalu berhasil dalam banyak hal untuk secara rendah hati mengakui bahwa tanpa engkau, ibunda, kami bukanlah apa-apa.

Begitu tersadar, ternyata kami sudah terlalu jauh berpetualang, sudah banyak adab dan etika yang kami ‘titipkan’ di kampung halaman sana.

Begitu ingat, segalanya telah mengubah diri kami menjadi musuh dari cita-cita kebajikan itu, betapa pun indahnya.

Hati kamu terlanjur beku dan mati…

Jiwa kami terlanjur gersang dan usang…

Nurani kami terlanjur berlumur noda yang sulit dibersihkan…

Dengan sisa asa dan niat seadanya kami berupaya menjadi anak yang tidak terlalu durhaka, tidak terlalu menyakiti, dan tidak terlalu banyak mengecewakanmu…

Wahai ibunda…
Kini kami sadar, betapa engkau sudah terlalu banyak memaafakan kami.
Dan kami yakin maaf itu masih engkau punya…


(* Dikutip dari Buku “Sutra Kasih Ibunda” karya Ust. Abu Umar Basyir)

 ***

Akhir-akhir ini saya lebih sensitif tentang tema-tema yang berbau ibu. Sebelumnya, tema ini menjadi hal yang membosankan, klasik bagi saya karena sering menemui banyak teorinya tapi sedikit praktek di lapangan. Entahlah apa yang membuat saya lebih peka tentang hal ini, yang jelas pasti karena atas ijin Allah dan Dialah yang mengetuk hati saya dengan beberapa perantara untuk menyadarkan bahwa saya ini adalah anak yang masih durhaka dan masih jauh bila dianggap berbakti kepada ibu.

Bagaimana tidak? Masih sering sekali saya berkata-kata lebih keras daripada beliau-meskipun tidak bermaksud kasar karena hanya sekedar lelah atau mood kurang baik saat itu. Saya juga masih sering menunda untuk segera melaksanakan perintah beliau padahal hanya sekedar diminta mencuci piring atau minta dibelikan sesuatu di warung. Saya juga sangat sering merepotkan beliau dengan pekerjaan-pekerjaan rumah yang seharusnya bisa saya lakukan sendiri. Parahnya, saya terkadang juga merasa bosan mendengarkan keluhan beliau… Duhh…

Seminggu yang lalu saya bertemu dengan ibu setelah sekian lama. Lega rasanya bisa melepas rasa kangen yang tertahan selama ini, tapi saya juga sangat sedih menyadari bahwa ibu sudah semakin tua. Rambutnya sudah banyak ditumbuhi uban berwarna putih, keriput di wajahnya sudah semakin terlihat jelas dan fisiknya semakin lemah jika harus bekerja berat. Memang semua itu sudah menjadi Sunnatullah bahwa seseorang akan bertambah tua dan lemah. Tapi Sedih rasanya jika harus membayangkan bahwa semakin bertambahnya usia beliau justru bertambah kesedihannya akibat ulah saya-anaknya yang sering menjadi beban pikiran dan belum bisa membahagiakan beliau.

Satu pintaku Ya Allah…

Berikan aku kesempatan untuk bisa membahagiakan ibu, membuat ibu bangga dan membalas segala jasa-jasanya meskipun jauh dari kata impas.

Jadikan aku sebagai anak sholeh, sebagai investasinyanya di dunia akhirat…

***

Memang, Ibu saya tidak sempurna, tidak berpendidikan tinggi, terkadang kuno, kurang nyambung jika berbicara tentang hal-hal kekinian dan masih suka sinetron, hehe

Tapi beliau orang terhebat bagi saya karena selalu mengajarkan kepasrahan menerima takdir hidup setelah kita berusaha. Beliau tak bosan mengingatkan saya untuk sholat malam dan puasa sunnah. Dan beliau adalah guru privat saya yang selalu mengajarkan saya bagaimana caranya menjadi wanita dan istri yang baik.

Terimakasih bu atas doa-doamu yang tak pernah berhenti mengalir untukku…

Terimakasih bu kau telah mengajarkan banyak hal kepadaku dengan sabar dan penuh kasih sayang.

Kau juga telah memberikan segala yang lebih dari kau miliki tapi aku hanya memberikan sangat sedikit dari banyak yang kumiliki meskipun itu hanya waktu.

Maafkan anakmu ini ibu…
Maafkan, aku terlalu sering membuatmu menangis…


0 comments: